yang pertama Apabila kita masuk pada agama islam kita dituntut untuk membaca penyaksian, yaitu Dua kalimat SYAHADAT.
Dua kalimat syahadat adalah pengawalan insan dalam memasuki ajaran agama islam, isi dari kalimat tersebut ialah bersaksi adanya tuhan ALLAH dan bersaksi bahwa MUHAMMAD itu ROSULULLOH.
Pembacaan kalimat itu bukan sekedar dibaca, namun diucapkan dengan lisan dan diikuti dengan keyakinan hati, serta dilakukan atau diamalkan dengan perbuatan baik, karena dua kalimat itu merupakan Sumpah janji kita atas dasar keyakinan yang mendalam.
Sulit oh sungguh tidak, islam mengajarkan dengan cara yang mudah serta telaten.
Berikut pembahasan tentang dua kalimat syahadat
Dua kalimat syahadat adalah pengawalan insan dalam memasuki ajaran agama islam, isi dari kalimat tersebut ialah bersaksi adanya tuhan ALLAH dan bersaksi bahwa MUHAMMAD itu ROSULULLOH.
Pembacaan kalimat itu bukan sekedar dibaca, namun diucapkan dengan lisan dan diikuti dengan keyakinan hati, serta dilakukan atau diamalkan dengan perbuatan baik, karena dua kalimat itu merupakan Sumpah janji kita atas dasar keyakinan yang mendalam.
Sulit oh sungguh tidak, islam mengajarkan dengan cara yang mudah serta telaten.
Berikut pembahasan tentang dua kalimat syahadat
Syahadat berasal dari kata syahida yang
berarti (ia telah) menjadi saksi. Syahadat adalah pernyataan meyakini
bahwa tidak ada sembahan yang hak selain Allah SWT, dan bahwa Nabi
Muhammad sebagai RasulNya. Syahadat merupakan asas bagi rukun Islam
lainnya.
Syahadat terdiri dari dua kalimat, yaitu;
Kalimat pertama: asyhadu an-laa ilaaha illallaah (saya bersaksi bahwa tiada Ilah selain Allah)
Kalimat kedua: wa asyhadu anna muhammadan rasuulullaah (dan saya bersaksi bahwa Muhammad adalah Rasul/utusan Allah).
Rukun Syahadat Laa Ilaaha Illallah
1. An-Nafyu (Peniadaan)
Kalimat ‘Laa Ilaaha’ menafikan, menolak, dan
meniadakan seluruh sembahan yang berhak untuk disembah selain Allah,
apapun jenis dan bentuknya. Baik yang masih hidup maupun yang sudah
mati, baik itu malaikat, nabi, manusia biasa, jin, binatang, benda,
maupun pemikiran, kekayaan, kekuasaan, dan seterusnya.
2. Al-Itsbat (Penetapan)
Kalimat ‘Illallah’ menetapkan bahwa hanya
Allah SWT satu-satunya yang berhak untuk disembah. Sehingga makna
kalimat tauhid ‘Laa Ilaaha Illallah’ adalah: Tidak ada sembahan yang
berhak untuk disembah kecuali Allah. Oleh karena itu semua yang disembah
selain Allah SWT adalah batil, zholim, dan melampaui batas.
Syahadat seseorang belumlah benar jika salah
satu dari dua rukun itu atau kedua-duanya tidak terlaksana. Misalnya ada
orang yang hanya meyakini bahwa Allah itu berhak disembah (hanya
menetapkan), namun dia juga menyembah yang lain atau tidak mengingkari
penyembahan terhadap selain Allah (tidak menafikan). Maka dengan
keyakinannya ini dia belum dianggap masuk ke dalam Islam, melainkan
masih dikategorikan ke dalam orang-orang yang berbuat kesyirikan.
Seseorang yang mengucapkan kalimat tauhid harus meniadakan semua Ilah, konsep peribadatan, dan kerangka berpikir mengenai dunia dan akhirat yang sebelumnya dia anut, barulah kemudian menetapkan konsep peribadatan dan kerangka berpikir Islami sebagai satu-satunya yang diyakini dan dilaksanakan.
“Maka barangsiapa yang ingkar kepada Thaghut
dan beriman kepada Allah, maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada
buhul tali yang amat kuat yang tidak akan putus.” (QS. Al Baqarah: 256)
Kalimat ‘barangsiapa yang ingkar kepada
Thaghut’ merupakan rukun pertama, yaitu menolak Thagut (setiap sembahan
selain Allah). Sedangkan kalimat ‘dan beriman kepada Allah’ merupakan
rukun kedua yaitu menetapkan.
Kata Ilah adalah sama dengan kata Inggris God
(Tuhan), yang bermakna sesuatu atau entitas yang disembah. Lafazh
‘Tuhan’ (God) tidak sama dengan Allah, meskipun sering digunakan untuk
alasan praktis. Thagut adalah sebutan bagi semua sembahan selain Allah
SWT.
Lafazh ‘Allah’ adalah nama personal esensial
bagi satu-satunya Ilah yang berhak untuk disembah. Lafazh ‘Allah’
mengandung seluruh nama-nama dan sifat-sifat Nya (asmaul husna). Ketika
lafazh ‘Allah’ disebut, maka yang kita pikirkan adalah Yang Maha Esa,
Wujud Tertinggi, Pencipta, Pemilik, Pemelihara, Maha Kuasa, Maha
mengetahui, Maha Meliputi, yang Nama-nama-Nya dan Sifat-sifat-Nya
tercermin dalam lafazh tersebut. Karena sangat mulianya nama ini, tidak
ada satupun dari makhluk-Nya yang boleh bernama dengan nama ‘Allah’.
Karena Allah adalah nama yang khusus untuk
Wujud Tertinggi Yang Maha Esa, maka kita katakan Laa Ilaaha Illallah,
dan bukan La Allah Illa Allah. Karena secara riil di dunia ini banyak
terdapat sembahan, namun hanya satu yang berhak untuk disembah, yaitu
Allah SWT.
“Maka ketahuilah, bahwa sesungguhnya tidak
ada Ilah (sesembahan/Tuhan) selain Allah dan mohonlah ampunan bagi
dosamu dan bagi (dosa) orang-orang mukmin, laki-laki dan perempuan. Dan
Allah mengetahui tempat kamu berusaha dan tempat kamu tinggal.” (QS
Muhammad : 19)
“Allah menyatakan bahwasanya tidak ada Tuhan
melainkan Dia (yang berhak disembah), Yang menegakkan keadilan. Para
Malaikat dan orang-orang yang berilmu (juga menyatakan yang demikian
itu). Tak ada Tuhan melainkan Dia (yang berhak disembah), Yang Maha
Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (QS. Ali ‘Imran: 18)
Rukun syahadat Muhammad Rasulullah
1. Mengakui kerasulan Muhammad Shalalallahu ‘Alaihi Wassalam.
Sebagai seorang Rasul Allah, maka terdapat beberapa kewajiban bagi umat Islam terhadap Nabi Muhammad, antara lain:
a.) Membenarkan semua perkara yang beliau
kabarkan, menaati semua yang beliau perintahkan, dan menjauhi semua yang
beliau larang dan beliau peringatkan. Karena barangsiapa yang taat
kepada Rasulullah berarti dia telah taat kepada Allah.
“Hai orang-orang yang beriman, taatlah kepada
Allah dan Rasul-Nya, dan janganlah kamu berpaling dari pada-Nya, sedang
kamu mendengar (perintah-perintah-Nya).” (QS. Al Anfaal: 20)
“Apa yang diberikan Rasul kepadamu, maka
terimalah. Dan apa yang dilarangnya bagimu, maka tinggalkanlah. Dan
bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah amat keras hukumannya.”
(QS. Al Hasyr: 7)
Rasulullah SAW bersabda: “Dan jika saya
melarang kalian dari sesuatu maka jauhilah, dan jika saya perintahkan
kalian dari sesuatu maka datangkanlah sesuai kemampuan kalian.” (HR.
Bukhari dan Muslim)
Rasulullah SAW juga bersabda: “Sesungguhnya
perumpamaan aku dan perumpamaan apa yang Allah mengutus aku dengannya,
seperti seseorang yang mendatangi suatu kaum dan kemudian berkata:
‘Wahai kaumku, sesungguhnya saya melihat pasukan dengan kedua mataku dan
sesungguhnya saya adalah an-nadzir al-’uryan (perumpamaan Arab untuk
menunjukkan benarnya yang ia sampaikan).’ Sekelompok dari kaumnya
mentaatinya dan mereka bergegas berjalan di malam hari dengan
kehati-hatian, maka mereka pun selamat. Sementara sekelompok lainnya
mendustakannya dan mereka tetap ditempatnya, maka pasukan itu
menyerangnya di waktu subuh sehingga membinasakan mereka. Demikianlah
perumpamaan orang yang mentaatiku dan mengikuti apa yang aku datangkan
dengannya, dan perumpamaan orang yang maksiat kepadaku dan mendustakan
apa yang aku datangkan dengannya dari kebenaran.” (HR. Bukhari dan
Muslim)
b.) Tidak menyembah Allah Azza wa Jalla kecuali dengan apa yang beliau SAW syariatkan.
Allah SWT tidak boleh disembah dengan bid’ah,
tidak pula dengan hawa nafsu, adat istiadat, kebiasaan, mimpi-mimpi,
perasaan atau anggapan-anggapan yang dipandang baik. Karena sesungguhnya
asal dari ibadah itu adalah apa yang telah dicontohkan oleh Nabi
Muhammad SAW.
Rasulullah bersabda: “Barangsiapa yang
mengada-adakan sesuatu dalam urusan agama kami ini, yang bukan dari
kami, maka dia tertolak.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Nabi SAW telah menerima mukjizat terbesar dari Allah, yaitu Al Qur’an.
“Dan Kami turunkan kepadamu Al Kitab (Al Qur’an) sebagai penjelasan atas segala sesuatu.” (QS. An Nahl: 89)
Melalui Al Qur’an dan Sunnah Rasulullah, maka manusia dapat mengetahui cara yang benar untuk menyembah Allah SWT.
Rasulullah SAW bersabda: “Sesungguhnya
perkataan yang paling baik adalah kitab Allah, sebaik-baik petunjuk
adalah petunjuk Muhammad, dan seburuk-buruk perkara adalah yang baru
(dibuat-buat dalam agama), dan setiap bid’ah (mengadakan perkara yang
baru dalam ibadah) adalah sesat.” (HR. Muslim)
c.) Meneladani akhlak dan kepemimpinan Nabi SAW dalam setiap amalnya.
“Sesungguhnya telah ada pada
(diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang
yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia
banyak menyebut Allah.” (QS. Al Ahzab: 21)
Karena itulah setiap perkara dalam kehidupan
ini harus merujuk pada petunjuk Nabi Muhammad SAW. Setiap masalah dan
perselisihan harus dikembalikan kepada hukum dan keadilan yang telah
Allah SWT turunkan kepada Nabi Muhammad SAW.
“Sesungguhnya Kami telah menurunkan kitab
kepadamu dengan membawa kebenaran, supaya kamu mengadili antara manusia
dengan apa yang telah Allah wahyukan kepadamu.” (QS. An Nisaa’: 105)
d.) Meyakini Keumuman Risalah Nabi Muhammad Shalallahu Alaihi Wa Sallam.
Nabi Muhammad SAW diutus Allah ke muka bumi
untuk segenap jin dan manusia, apapun sukunya dan di bagian dunia
manapun mereka berada.
“Dan tidaklah Kami mengutusmu melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam.” (QS. Al Anbiyaa’: 107)
“Dan Kami tidak mengutus kamu, melainkan
kepada seluruh ummat manusia, sebagai pembawa berita gembira dan sebagai
pemberi peringatan, tetapi kebanyakan manusia tiada mengetahui.” (QS.
Saba’: 28)
“Dan (ingatlah) ketika Kami hadapkan
serombongan jin kepadamu yang mendengarkan Al Quran, maka tatkala mereka
menghadiri pembacaan (nya) lalu mereka berkata: ‘Diamlah kamu (untuk
mendengarkannya).’ Ketika pembacaan telah selesai mereka kembali kepada
kaumnya (untuk) memberi peringatan. Mereka
berkata: ‘Hai kaum kami, sesungguhnya kami telah mendengarkan kitab (Al
Quran) yang telah diturunkan sesudah Musa yang membenarkan kitab-kitab
yang sebelumnya lagi memimpin kepada kebenaran dan kepada jalan yang
lurus. Hai kaum kami, terimalah (seruan) orang
yang menyeru kepada Allah dan berimanlah kepada-Nya, niscaya Allah akan
mengampuni dosa-dosa kamu dan melepaskan kamu dari azab yang pedih’.”
(QS. Al Ahqaaf: 29-31)
Rasulullah bersabda: “Aku dianugerahi lima
perkara yang tidak pernah diberikan kepada seorang pun dari Rasul-Rasul
sebelum-ku, yaitu; (1) aku diberikan pertolongan dengan takutnya musuh
mendekatiku dari jarak sebulan perjalanan, (2) dijadikan bumi bagiku
sebagai tempat shalat dan bersuci (tayammum), maka siapa saja dari
ummatku yang mendapati waktu shalat, maka hendaklah ia shalat, (3)
dihalalkan rampasan perang bagiku dan tidak dihalalkan kepada seorang
Nabi pun sebelumku, (4) dan aku diberikan kekuasaan memberikan syafa’at
(dengan izin Allah), (5) Nabi-Nabi diutus hanya untuk kaumnya saja
sedangkan aku diutus untuk seluruh manusia.” (HR. Bukhari dan Muslim)
e.) Mengimani bahwa Nabi Muhammad Shalallahu Aalaihi Wa Sallam adalah Penutup Para Nabi ‘Alaihimus Sallam.
“Muhammad itu sekali-kali bukanlah bapak dari
seorang laki-laki di antara kamu, tetapi dia adalah Rasulullah dan
penutup para Nabi.” (QS. Al Ahzab: 40)
Rasulullah bersabda: “Dan sesungguhnya akan
muncul pada ummatku pendusta yang jumlahnya tiga puluh orang, mereka
semua mengaku sebagai Nabi, sedangkan aku adalah penutup para Nabi dan
tidak ada Nabi sepeninggalku.” (HR. Ahmad, Abu Dawud, dan Ibnu Majah)
2. Meyakini bahwa Nabi Muhammad Shalalallahu ‘Alaihi Wassalam adalah hamba Allah SWT.
Nabi Muhammad Shalalallahu ‘Alaihi Wassalam
adalah hamba Allah SWT. Berbagai keutamaan yang beliau Shalalallahu
‘Alaihi Wassalam dapatkan semata-mata adalah pemberian dan atas izin
dari Allah SWT.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam
bersabda: “Janganlah kamu berlebih-lebihan memujiku, sebagaimana
orang-orang Nasrani telah berlebih-lebihan memuji (Isa) putera Maryam.
Aku hanyalah seorang hamba, maka sebutlah, ‘Abdullah wa Rasuluhu (hamba
Allah dan Rasul-Nya)’.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Terkait dengan hal ini terdapat beberapa hal yang perlu kita ketahui, antara lain:
a.) Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wa Sallam
tidak mengetahui masalah yang ghaib semasa hidupnya kecuali yang
diajarkan oleh Allah Azza wa Jalla, begitu pula setelah Beliau
Shalallahu Alaihi Wa Sallam wafat.
“Katakanlah: Aku tidak mengatakan kepadamu,
bahwa perbendaharaan Allah ada padaku, dan tidak (pula) aku mengetahui
yang ghaib dan tidak (pula) aku mengatakan kepadamu bahwa aku seorang
malaikat. Aku tidak mengikuti kecuali apa yang diwahyukan kepadaku.”
(QS. Al An’aam: 50)
“Katakanlah: Aku tidak berkuasa menarik
kemanfaatan bagi diriku dan tidak (pula) menolak kemudharatan kecuali
yang dikehendaki Allah. Dan sekiranya aku mengetahui yang ghaib,
tentulah aku membuat kebajikan sebanyak-banyaknya dan aku tidak akan
ditimpa kemudharatan. Aku tidak lain hanyalah pemberi peringatan, dan
pembawa berita gembira bagi orang-orang yang beriman.” (QS. Al A’raaf:
188)
b.) Wajibnya mencintai dan mengagungkan Nabi
Muhammad Shalallahu Alaihi Wa Sallam tanpa disertai sikap ghuluw
(berlebih-lebihan).
Nabi Muhammad Shalallahu ‘Alaihi Wa Sallam
wajib dicintai dan diagungkan melebihi kecintaan dan pengagungan
terhadap seluruh makhluk Allah Subhanahu wa Ta’ala. Akan tetapi dalam
mencintai dan mengagungkan Beliau Shalallahu ‘Alaihi Wa Salam tidak
boleh melebihi apa yang telah ditentukan syariat.
Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wa Sallam bersabda:
“Ada tiga perkara yang apabila perkara tersebut ada pada seseorang, maka
ia akan mendapatkan manisnya iman, yaitu (1) hendaknya Allah dan
Rasul-Nya lebih ia cintai dari selain keduanya. (2) Apabila ia mencintai
seseorang, ia hanya mencintainya karena Allah. (3) Ia tidak suka untuk
kembali kepada kekufuran setelah Allah menyelamatkannya, sebagaimana ia
tidak mau untuk dilemparkan ke dalam api.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Bukti kecintaan terhadap Rasulullah SAW antara lain dengan meneladaninya, membelanya, dan bershalawat untuknya.
Shalawat dan salam kepada Nabi SAW dilakukan
ketika kita mendengar nama beliau SAW disebutkan. Beliau bersabda:
“Orang yang bakhil adalah orang yang aku disebutkan di sisinya namun dia
tidak bershalawat kepadaku.” (HR. At Tirmidzi)
Lihat juga QS. Al Ahzab: 56.
Imam Bukhari meriwayatkan perkataan seorang
ulama tabi’in, yaitu Abu ‘Aliyah bahwa makna shalawat kepada Nabi
Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah pujian. Sementara Al Majd
Al Fairuz Abadi dalam kitab Ash-Shalaatu wal Busyaru fish Shalati ‘ala
Khairil Baysar menerangkan bahwa makna salam kepada Nabi adalah Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak akan lepas dari kebaikan dan barakah
serta akan selalu selamat dari kecelakaan dan kesengsaraan.
Sehingga shalawat dan salam kepada Nabi
bermakna pujian kepada Nabi Muhammad Shalallahu ‘Alaihi Wa Sallam yang
tidak akan lepas dari kebaikan dan barakah serta akan selalu selamat
dari kecelakaan dan kesengsaraan.
Imam An-Nawawi mengatakan dalam kitab
Al-Adzkar bahwa bershalawat kepada Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam
hendaknya dengan menyebutkan shalawat dan salam sekaligus. Jangan
menyebutkan salah satunya saja; “shallallahu ‘alaihi” saja atau “alaihis
salam” saja.
Keutamaan Kalimat Syahadat
Keutamaan kalimat Syahadat tidak didapatkan
dengan sekadar mengucapkannya tanpa memahami apa maknanya. Karena
orang-orang munafik juga mengucapkan Syahadat ini akan tetapi tempat
mereka lebih rendah dari orang-orang kafir, yaitu di dasar neraka yang
paling bawah, padahal mereka adalah orang-orang yang mengerjakan shalat
dan sedekah. Keutamaan kalimat Syahadat akan didapatkan dengan
mengucapkannya dalam keadaan mengetahui makna dan konsekuensinya,
mengimani maknanya, menjalankan konsekuensinya, mencintainya dan
mencintai semua orang yang mengucapkannya, serta membenci dan memusuhi
semua yang bertentangan dengannya.
Beberapa keutamaan kalimat Syahadat antara lain:
1. Pintu masuk menuju Islam.
Ketika Rasulullah mengutus Muaz bin Jabal ke
Yaman, beliau bersabda kepadanya: “Sesungguhnya kamu akan mendatangi
suatu kaum dari Ahli Kitab, maka ajaklah mereka kepada persaksian bahwa
tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Allah, dan bahwa aku
adalah utusan Allah. Jika mereka mentaatimu untuk hal tersebut, maka
beritahukanlah kepada mereka bahwa Allah telah mewajibkan kepada mereka
shalat lima waktu pada setiap siang dan malam. Jika mereka mentaatimu
untuk hal tersebut, maka beritahukanlah kepada mereka bahwa Allah telah
mewajibkan kepada mereka sedekah yang diambil dari orang kaya mereka
lalu dibagikan kepada orang-orang fakir di antara mereka. Jika mereka
mentaatimu untuk hal tersebut, maka kamu jauhilah harta mulia mereka.
Takutlah kamu terhadap doa orang yang terzhalimi, karena tidak ada
penghalang antara dia dan Allah.” (HR Bukhari dan Muslim)
Setiap manusia yang mengucapkan Syahadat,
maka dia mendapatkan hak seorang muslim, di antaranya bahwa harta,
darah, dan kehormatannya haram untuk diganggu.
“Barang siapa yang mengucapkan Laa Ilaaha
Illallah, dan mengingkari sesembahan selain Allah, maka haramlah harta
dan darahnya, adapun perhitungannya adalah terserah kepada Allah.” (HR.
Muslim)
2. Jaminan masuk surga.
Suatu ketika Nabi Shallallahu ’Alaihi Wa Sallam mendengar seorang muadzin
mengucapkan ‘Asyhadu alla ilaha illallah.’ Lalu beliau mengatakan pada
muadzin tadi: “Engkau terbebas dari neraka.” (HR. Muslim)
Syahadat merupakan jaminan untuk masuk surga.
Termasuk juga untuk mukmin yang timbangan dosanya lebih berat daripada
pahalanya di Yaumil Hisab, maka mukmin tersebut tetap dapat masuk surga,
walaupun harus terlebih dahulu merasakan pedihnya siksa neraka sebagai
pencucian dosa-dosanya.
Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam bersabda:
“Barangsiapa yang mengatakan Laa Ilaaha Illallah lalu mati di atas
kalimat itu, maka ia akan masuk surga.” Abu Dzar kemudian berkata:
“Walaupun berzina dan mencuri?” Nabi menjawab: “Walaupun berzina dan
mencuri.” Abu Dzar mengatakan lagi: “Walaupun berzina dan mencuri?” Nabi
pun tetap menjawab: “Walaupun berzina dan mencuri.” Sampai ia katakan
tiga kali dan yang keempat kalinya Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam
mengatakan: “Walaupun Abu Dzar tidak suka.” Kemudian Abu Dzar keluar dan
mengatakan: “Walaupun Abu Dzar tidak suka.” (HR. Muslim)
3. Jaminan untuk tidak kekal di dalam api neraka.
Rasulullah Shalalallahu ‘Alaihi Wassalam
bersabda: “Akan dikeluarkan dari neraka orang yang mengucapkan Laa
Ilaaha Illallah dan di hatinya ada kebaikan (iman) seberat sya’ir (satu
jenis gandum). Kemudian akan dikeluarkan dari neraka orang yang
mengucapkan Laa Ilaaha Illallah dan di hatinya ada kebaikan seberat
burrah (satu jenis gandum juga). Kemudian akan dikeluarkan dari neraka
orang yang mengucapkan Laa Ilaaha Illallah dan di hatinya ada kebaikan
seberat semut yang sangat kecil.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Dari ‘Itban bin Malik, bahwa Rasulullah
bersabda: “Maka sesungguhnya Allah mengharamkan terhadap api neraka bagi
siapa yang mengucapkan Laa Ilaaha Illallah (dan membenarkannya) yang
dia mengucapkannya semata-mata (ikhlas) untuk mencari wajah Allah.” (HR.
Bukhari dan Muslim)
0 comments:
Posting Komentar