TRANSLATE

TRANSLATE
English French German Spain Italian Dutch Russian Portuguese Japanese Korean Arabic Chinese Simplified
TRANSLATE LANGUAGE

Rabu, 18 April 2012

Syahadat rukun islam pertama - 1

yang pertama Apabila kita masuk pada agama islam kita dituntut untuk membaca penyaksian, yaitu Dua kalimat SYAHADAT.
Dua kalimat syahadat adalah pengawalan insan dalam memasuki ajaran agama islam, isi dari kalimat tersebut ialah bersaksi adanya tuhan ALLAH dan bersaksi bahwa MUHAMMAD itu ROSULULLOH.
Pembacaan kalimat itu bukan sekedar dibaca, namun diucapkan dengan lisan dan diikuti dengan keyakinan hati, serta dilakukan atau diamalkan dengan perbuatan baik, karena dua kalimat itu merupakan Sumpah janji kita atas dasar keyakinan yang mendalam.
Sulit oh sungguh tidak, islam mengajarkan dengan cara yang mudah serta telaten.


Berikut pembahasan tentang dua kalimat syahadat
Syahadat berasal dari kata syahida yang berarti (ia telah) menjadi saksi. Syahadat adalah pernyataan meyakini bahwa tidak ada sembahan yang hak selain Allah SWT, dan bahwa Nabi Muhammad sebagai RasulNya. Syahadat merupakan asas bagi rukun Islam lainnya.
Syahadat terdiri dari dua kalimat, yaitu;
Kalimat pertama: asyhadu an-laa ilaaha illallaah (saya bersaksi bahwa tiada Ilah selain Allah)
Kalimat kedua: wa asyhadu anna muhammadan rasuulullaah (dan saya bersaksi bahwa Muhammad adalah Rasul/utusan Allah).
Rukun Syahadat Laa Ilaaha Illallah
1. An-Nafyu (Peniadaan)
Kalimat ‘Laa Ilaaha’ menafikan, menolak, dan meniadakan seluruh sembahan yang berhak untuk disembah selain Allah, apapun jenis dan bentuknya. Baik yang masih hidup maupun yang sudah mati, baik itu malaikat, nabi, manusia biasa, jin, binatang, benda, maupun pemikiran, kekayaan, kekuasaan, dan seterusnya.
2. Al-Itsbat (Penetapan)
Kalimat ‘Illallah’ menetapkan bahwa hanya Allah SWT satu-satunya yang berhak untuk disembah. Sehingga makna kalimat tauhid ‘Laa Ilaaha Illallah’ adalah: Tidak ada sembahan yang berhak untuk disembah kecuali Allah. Oleh karena itu semua yang disembah selain Allah SWT adalah batil, zholim, dan melampaui batas.
Syahadat seseorang belumlah benar jika salah satu dari dua rukun itu atau kedua-duanya tidak terlaksana. Misalnya ada orang yang hanya meyakini bahwa Allah itu berhak disembah (hanya menetapkan), namun dia juga menyembah yang lain atau tidak mengingkari penyembahan terhadap selain Allah (tidak menafikan). Maka dengan keyakinannya ini dia belum dianggap masuk ke dalam Islam, melainkan masih dikategorikan ke dalam orang-orang yang berbuat kesyirikan.
Seseorang yang mengucapkan kalimat tauhid harus meniadakan semua Ilah, konsep peribadatan, dan kerangka berpikir mengenai dunia dan akhirat yang sebelumnya dia anut, barulah kemudian menetapkan konsep peribadatan dan kerangka berpikir Islami sebagai satu-satunya yang diyakini dan dilaksanakan.
“Maka barangsiapa yang ingkar kepada Thaghut dan beriman kepada Allah, maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang amat kuat yang tidak akan putus.” (QS. Al Baqarah: 256)
Kalimat ‘barangsiapa yang ingkar kepada Thaghut’ merupakan rukun pertama, yaitu menolak Thagut (setiap sembahan selain Allah). Sedangkan kalimat ‘dan beriman kepada Allah’ merupakan rukun kedua yaitu menetapkan.
Kata Ilah adalah sama dengan kata Inggris God (Tuhan), yang bermakna sesuatu atau entitas yang disembah. Lafazh ‘Tuhan’ (God) tidak sama dengan Allah, meskipun sering digunakan untuk alasan praktis. Thagut adalah sebutan bagi semua sembahan selain Allah SWT.
Lafazh ‘Allah’ adalah nama personal esensial bagi satu-satunya Ilah yang berhak untuk disembah. Lafazh ‘Allah’ mengandung seluruh nama-nama dan sifat-sifat Nya (asmaul husna). Ketika lafazh ‘Allah’ disebut, maka yang kita pikirkan adalah Yang Maha Esa, Wujud Tertinggi, Pencipta, Pemilik, Pemelihara, Maha Kuasa, Maha mengetahui, Maha Meliputi, yang Nama-nama-Nya dan Sifat-sifat-Nya tercermin dalam lafazh tersebut. Karena sangat mulianya nama ini, tidak ada satupun dari makhluk-Nya yang boleh bernama dengan nama ‘Allah’.
Karena Allah adalah nama yang khusus untuk Wujud Tertinggi Yang Maha Esa, maka kita katakan Laa Ilaaha Illallah, dan bukan La Allah Illa Allah. Karena secara riil di dunia ini banyak terdapat sembahan, namun hanya satu yang berhak untuk disembah, yaitu Allah SWT.
“Maka ketahuilah, bahwa sesungguhnya tidak ada Ilah (sesembahan/Tuhan) selain Allah dan mohonlah ampunan bagi dosamu dan bagi (dosa) orang-orang mukmin, laki-laki dan perempuan. Dan Allah mengetahui tempat kamu berusaha dan tempat kamu tinggal.” (QS Muhammad : 19)
“Allah menyatakan bahwasanya tidak ada Tuhan melainkan Dia (yang berhak disembah), Yang menegakkan keadilan. Para Malaikat dan orang-orang yang berilmu (juga menyatakan yang demikian itu). Tak ada Tuhan melainkan Dia (yang berhak disembah), Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (QS. Ali ‘Imran: 18)
Rukun syahadat Muhammad Rasulullah
1. Mengakui kerasulan Muhammad Shalalallahu ‘Alaihi Wassalam.
Sebagai seorang Rasul Allah, maka terdapat beberapa kewajiban bagi umat Islam terhadap Nabi Muhammad, antara lain:
a.) Membenarkan semua perkara yang beliau kabarkan, menaati semua yang beliau perintahkan, dan menjauhi semua yang beliau larang dan beliau peringatkan. Karena barangsiapa yang taat kepada Rasulullah berarti dia telah taat kepada Allah.
“Hai orang-orang yang beriman, taatlah kepada Allah dan Rasul-Nya, dan janganlah kamu berpaling dari pada-Nya, sedang kamu mendengar (perintah-perintah-Nya).” (QS. Al Anfaal: 20)
“Apa yang diberikan Rasul kepadamu, maka terimalah. Dan apa yang dilarangnya bagimu, maka tinggalkanlah. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah amat keras hukumannya.” (QS. Al Hasyr: 7)
Rasulullah SAW bersabda: “Dan jika saya melarang kalian dari sesuatu maka jauhilah, dan jika saya perintahkan kalian dari sesuatu maka datangkanlah sesuai kemampuan kalian.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Rasulullah SAW juga bersabda: “Sesungguhnya perumpamaan aku dan perumpamaan apa yang Allah mengutus aku dengannya, seperti seseorang yang mendatangi suatu kaum dan kemudian berkata: ‘Wahai kaumku, sesungguhnya saya melihat pasukan dengan kedua mataku dan sesungguhnya saya adalah an-nadzir al-’uryan (perumpamaan Arab untuk menunjukkan benarnya yang ia sampaikan).’ Sekelompok dari kaumnya mentaatinya dan mereka bergegas berjalan di malam hari dengan kehati-hatian, maka mereka pun selamat. Sementara sekelompok lainnya mendustakannya dan mereka tetap ditempatnya, maka pasukan itu menyerangnya di waktu subuh sehingga membinasakan mereka. Demikianlah perumpamaan orang yang mentaatiku dan mengikuti apa yang aku datangkan dengannya, dan perumpamaan orang yang maksiat kepadaku dan mendustakan apa yang aku datangkan dengannya dari kebenaran.” (HR. Bukhari dan Muslim)
b.) Tidak menyembah Allah Azza wa Jalla kecuali dengan apa yang beliau SAW syariatkan.
Allah SWT tidak boleh disembah dengan bid’ah, tidak pula dengan hawa nafsu, adat istiadat, kebiasaan, mimpi-mimpi, perasaan atau anggapan-anggapan yang dipandang baik. Karena sesungguhnya asal dari ibadah itu adalah apa yang telah dicontohkan oleh Nabi Muhammad SAW.
Rasulullah bersabda: “Barangsiapa yang mengada-adakan sesuatu dalam urusan agama kami ini, yang bukan dari kami, maka dia tertolak.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Nabi SAW telah menerima mukjizat terbesar dari Allah, yaitu Al Qur’an.
“Dan Kami turunkan kepadamu Al Kitab (Al Qur’an) sebagai penjelasan atas segala sesuatu.” (QS. An Nahl: 89)
Melalui Al Qur’an dan Sunnah Rasulullah, maka manusia dapat mengetahui cara yang benar untuk menyembah Allah SWT.
Rasulullah SAW bersabda: “Sesungguhnya perkataan yang paling baik adalah kitab Allah, sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Muhammad, dan seburuk-buruk perkara adalah yang baru (dibuat-buat dalam agama), dan setiap bid’ah (mengadakan perkara yang baru dalam ibadah) adalah sesat.” (HR. Muslim)
c.) Meneladani akhlak dan kepemimpinan Nabi SAW dalam setiap amalnya.
“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.” (QS. Al Ahzab: 21)
Karena itulah setiap perkara dalam kehidupan ini harus merujuk pada petunjuk Nabi Muhammad SAW. Setiap masalah dan perselisihan harus dikembalikan kepada hukum dan keadilan yang telah Allah SWT turunkan kepada Nabi Muhammad SAW.
“Sesungguhnya Kami telah menurunkan kitab kepadamu dengan membawa kebenaran, supaya kamu mengadili antara manusia dengan apa yang telah Allah wahyukan kepadamu.” (QS. An Nisaa’: 105)
d.) Meyakini Keumuman Risalah Nabi Muhammad Shalallahu Alaihi Wa Sallam.
Nabi Muhammad SAW diutus Allah ke muka bumi untuk segenap jin dan manusia, apapun sukunya dan di bagian dunia manapun mereka berada.
“Dan tidaklah Kami mengutusmu melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam.” (QS. Al Anbiyaa’: 107)
“Dan Kami tidak mengutus kamu, melainkan kepada seluruh ummat manusia, sebagai pembawa berita gembira dan sebagai pemberi peringatan, tetapi kebanyakan manusia tiada mengetahui.” (QS. Saba’: 28)
“Dan (ingatlah) ketika Kami hadapkan serombongan jin kepadamu yang mendengarkan Al Quran, maka tatkala mereka menghadiri pembacaan (nya) lalu mereka berkata: ‘Diamlah kamu (untuk mendengarkannya).’ Ketika pembacaan telah selesai mereka kembali kepada kaumnya (untuk) memberi peringatan. Mereka berkata: ‘Hai kaum kami, sesungguhnya kami telah mendengarkan kitab (Al Quran) yang telah diturunkan sesudah Musa yang membenarkan kitab-kitab yang sebelumnya lagi memimpin kepada kebenaran dan kepada jalan yang lurus. Hai kaum kami, terimalah (seruan) orang yang menyeru kepada Allah dan berimanlah kepada-Nya, niscaya Allah akan mengampuni dosa-dosa kamu dan melepaskan kamu dari azab yang pedih’.” (QS. Al Ahqaaf: 29-31)
Rasulullah bersabda: “Aku dianugerahi lima perkara yang tidak pernah diberikan kepada seorang pun dari Rasul-Rasul sebelum-ku, yaitu; (1) aku diberikan pertolongan dengan takutnya musuh mendekatiku dari jarak sebulan perjalanan, (2) dijadikan bumi bagiku sebagai tempat shalat dan bersuci (tayammum), maka siapa saja dari ummatku yang mendapati waktu shalat, maka hendaklah ia shalat, (3) dihalalkan rampasan perang bagiku dan tidak dihalalkan kepada seorang Nabi pun sebelumku, (4) dan aku diberikan kekuasaan memberikan syafa’at (dengan izin Allah), (5) Nabi-Nabi diutus hanya untuk kaumnya saja sedangkan aku diutus untuk seluruh manusia.” (HR. Bukhari dan Muslim)
e.) Mengimani bahwa Nabi Muhammad Shalallahu Aalaihi Wa Sallam adalah Penutup Para Nabi ‘Alaihimus Sallam.
“Muhammad itu sekali-kali bukanlah bapak dari seorang laki-laki di antara kamu, tetapi dia adalah Rasulullah dan penutup para Nabi.” (QS. Al Ahzab: 40)
Rasulullah bersabda: “Dan sesungguhnya akan muncul pada ummatku pendusta yang jumlahnya tiga puluh orang, mereka semua mengaku sebagai Nabi, sedangkan aku adalah penutup para Nabi dan tidak ada Nabi sepeninggalku.” (HR. Ahmad, Abu Dawud, dan Ibnu Majah)
2. Meyakini bahwa Nabi Muhammad Shalalallahu ‘Alaihi Wassalam adalah hamba Allah SWT.
Nabi Muhammad Shalalallahu ‘Alaihi Wassalam adalah hamba Allah SWT. Berbagai keutamaan yang beliau Shalalallahu ‘Alaihi Wassalam dapatkan semata-mata adalah pemberian dan atas izin dari Allah SWT.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Janganlah kamu berlebih-lebihan memujiku, sebagaimana orang-orang Nasrani telah berlebih-lebihan memuji (Isa) putera Maryam. Aku hanyalah seorang hamba, maka sebutlah, ‘Abdullah wa Rasuluhu (hamba Allah dan Rasul-Nya)’.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Terkait dengan hal ini terdapat beberapa hal yang perlu kita ketahui, antara lain:
a.) Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wa Sallam tidak mengetahui masalah yang ghaib semasa hidupnya kecuali yang diajarkan oleh Allah Azza wa Jalla, begitu pula setelah Beliau Shalallahu Alaihi Wa Sallam wafat.
“Katakanlah: Aku tidak mengatakan kepadamu, bahwa perbendaharaan Allah ada padaku, dan tidak (pula) aku mengetahui yang ghaib dan tidak (pula) aku mengatakan kepadamu bahwa aku seorang malaikat. Aku tidak mengikuti kecuali apa yang diwahyukan kepadaku.” (QS. Al An’aam: 50)
“Katakanlah: Aku tidak berkuasa menarik kemanfaatan bagi diriku dan tidak (pula) menolak kemudharatan kecuali yang dikehendaki Allah. Dan sekiranya aku mengetahui yang ghaib, tentulah aku membuat kebajikan sebanyak-banyaknya dan aku tidak akan ditimpa kemudharatan. Aku tidak lain hanyalah pemberi peringatan, dan pembawa berita gembira bagi orang-orang yang beriman.” (QS. Al A’raaf: 188)
b.) Wajibnya mencintai dan mengagungkan Nabi Muhammad Shalallahu Alaihi Wa Sallam tanpa disertai sikap ghuluw (berlebih-lebihan).
Nabi Muhammad Shalallahu ‘Alaihi Wa Sallam wajib dicintai dan diagungkan melebihi kecintaan dan pengagungan terhadap seluruh makhluk Allah Subhanahu wa Ta’ala. Akan tetapi dalam mencintai dan mengagungkan Beliau Shalallahu ‘Alaihi Wa Salam tidak boleh melebihi apa yang telah ditentukan syariat.
Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wa Sallam bersabda: “Ada tiga perkara yang apabila perkara tersebut ada pada seseorang, maka ia akan mendapatkan manisnya iman, yaitu (1) hendaknya Allah dan Rasul-Nya lebih ia cintai dari selain keduanya. (2) Apabila ia mencintai seseorang, ia hanya mencintainya karena Allah. (3) Ia tidak suka untuk kembali kepada kekufuran setelah Allah menyelamatkannya, sebagaimana ia tidak mau untuk dilemparkan ke dalam api.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Bukti kecintaan terhadap Rasulullah SAW antara lain dengan meneladaninya, membelanya, dan bershalawat untuknya.
Shalawat dan salam kepada Nabi SAW dilakukan ketika kita mendengar nama beliau SAW disebutkan. Beliau bersabda: “Orang yang bakhil adalah orang yang aku disebutkan di sisinya namun dia tidak bershalawat kepadaku.” (HR. At Tirmidzi)
Lihat juga QS. Al Ahzab: 56.
Imam Bukhari meriwayatkan perkataan seorang ulama tabi’in, yaitu Abu ‘Aliyah bahwa makna shalawat kepada Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah pujian. Sementara Al Majd Al Fairuz Abadi dalam kitab Ash-Shalaatu wal Busyaru fish Shalati ‘ala Khairil Baysar menerangkan bahwa makna salam kepada Nabi adalah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak akan lepas dari kebaikan dan barakah serta akan selalu selamat dari kecelakaan dan kesengsaraan.
Sehingga shalawat dan salam kepada Nabi bermakna pujian kepada Nabi Muhammad Shalallahu ‘Alaihi Wa Sallam yang tidak akan lepas dari kebaikan dan barakah serta akan selalu selamat dari kecelakaan dan kesengsaraan.
Imam An-Nawawi mengatakan dalam kitab Al-Adzkar bahwa bershalawat kepada Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam hendaknya dengan menyebutkan shalawat dan salam sekaligus. Jangan menyebutkan salah satunya saja; “shallallahu ‘alaihi” saja atau “alaihis salam” saja.
Keutamaan Kalimat Syahadat
Keutamaan kalimat Syahadat tidak didapatkan dengan sekadar mengucapkannya tanpa memahami apa maknanya. Karena orang-orang munafik juga mengucapkan Syahadat ini akan tetapi tempat mereka lebih rendah dari orang-orang kafir, yaitu di dasar neraka yang paling bawah, padahal mereka adalah orang-orang yang mengerjakan shalat dan sedekah. Keutamaan kalimat Syahadat akan didapatkan dengan mengucapkannya dalam keadaan mengetahui makna dan konsekuensinya, mengimani maknanya, menjalankan konsekuensinya, mencintainya dan mencintai semua orang yang mengucapkannya, serta membenci dan memusuhi semua yang bertentangan dengannya.
Beberapa keutamaan kalimat Syahadat antara lain:
1. Pintu masuk menuju Islam.
Ketika Rasulullah mengutus Muaz bin Jabal ke Yaman, beliau bersabda kepadanya: “Sesungguhnya kamu akan mendatangi suatu kaum dari Ahli Kitab, maka ajaklah mereka kepada persaksian bahwa tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Allah, dan bahwa aku adalah utusan Allah. Jika mereka mentaatimu untuk hal tersebut, maka beritahukanlah kepada mereka bahwa Allah telah mewajibkan kepada mereka shalat lima waktu pada setiap siang dan malam. Jika mereka mentaatimu untuk hal tersebut, maka beritahukanlah kepada mereka bahwa Allah telah mewajibkan kepada mereka sedekah yang diambil dari orang kaya mereka lalu dibagikan kepada orang-orang fakir di antara mereka. Jika mereka mentaatimu untuk hal tersebut, maka kamu jauhilah harta mulia mereka. Takutlah kamu terhadap doa orang yang terzhalimi, karena tidak ada penghalang antara dia dan Allah.” (HR Bukhari dan Muslim)
Setiap manusia yang mengucapkan Syahadat, maka dia mendapatkan hak seorang muslim, di antaranya bahwa harta, darah, dan kehormatannya haram untuk diganggu.
“Barang siapa yang mengucapkan Laa Ilaaha Illallah, dan mengingkari sesembahan selain Allah, maka haramlah harta dan darahnya, adapun perhitungannya adalah terserah kepada Allah.” (HR. Muslim)
2. Jaminan masuk surga.
Suatu ketika Nabi Shallallahu ’Alaihi Wa Sallam mendengar seorang muadzin mengucapkan ‘Asyhadu alla ilaha illallah.’ Lalu beliau mengatakan pada muadzin tadi: “Engkau terbebas dari neraka.” (HR. Muslim)
Syahadat merupakan jaminan untuk masuk surga. Termasuk juga untuk mukmin yang timbangan dosanya lebih berat daripada pahalanya di Yaumil Hisab, maka mukmin tersebut tetap dapat masuk surga, walaupun harus terlebih dahulu merasakan pedihnya siksa neraka sebagai pencucian dosa-dosanya.
Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam bersabda: “Barangsiapa yang mengatakan Laa Ilaaha Illallah lalu mati di atas kalimat itu, maka ia akan masuk surga.” Abu Dzar kemudian berkata: “Walaupun berzina dan mencuri?” Nabi menjawab: “Walaupun berzina dan mencuri.” Abu Dzar mengatakan lagi: “Walaupun berzina dan mencuri?” Nabi pun tetap menjawab: “Walaupun berzina dan mencuri.” Sampai ia katakan tiga kali dan yang keempat kalinya Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam mengatakan: “Walaupun Abu Dzar tidak suka.” Kemudian Abu Dzar keluar dan mengatakan: “Walaupun Abu Dzar tidak suka.” (HR. Muslim)
3. Jaminan untuk tidak kekal di dalam api neraka.
Rasulullah Shalalallahu ‘Alaihi Wassalam bersabda: “Akan dikeluarkan dari neraka orang yang mengucapkan Laa Ilaaha Illallah dan di hatinya ada kebaikan (iman) seberat sya’ir (satu jenis gandum). Kemudian akan dikeluarkan dari neraka orang yang mengucapkan Laa Ilaaha Illallah dan di hatinya ada kebaikan seberat burrah (satu jenis gandum juga). Kemudian akan dikeluarkan dari neraka orang yang mengucapkan Laa Ilaaha Illallah dan di hatinya ada kebaikan seberat semut yang sangat kecil.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Dari ‘Itban bin Malik, bahwa Rasulullah bersabda: “Maka sesungguhnya Allah mengharamkan terhadap api neraka bagi siapa yang mengucapkan Laa Ilaaha Illallah (dan membenarkannya) yang dia mengucapkannya semata-mata (ikhlas) untuk mencari wajah Allah.” (HR. Bukhari dan Muslim)

0 comments:

ALAMAT AHLI GIGI